Renungan Bhagavad Gita 3 – Mainkan Peranmu

DIAMBIL DARI MAJALAH HINDU RADITYA, 
HALAMAN 58-59, NO. 265 AGUSTUS 2019

Wacana

Anand Krishna *

Kematian itu dekat,” kata Krishna kepada sahabat sekaligus murid-Nya, Arjuna. Dan Dia pun melanjutkan, “Demikian pula kelahiran setelah kematian.” Kehidupan tidak linear. Krishna memandang kehidupan sebagai sebuah siklus. “Masa kehidupan yang kau jalani sekarang, Arjuna, bukan yang pertama atau terakhir. Demikian pula kematian yang kau alami pada akhir masa kehidupan ini pun bukanlah yang satu-satunya dan yang terakhir. Kau dan Aku, bahkan semua orang yang kau lihat ini baik yang berperang dipihakmu, dan mereka yang memihak musuhmu – semuanya tunduk pada kematian dan kelahiran kembali.

Mungkin mudah bagimu untuk menganggap bahwa kehidupan ini tidaklah kekal, demikian pula kematian. Keduanya tidak kekal. Sesungguhnya, kehidupan adalah suatu kesinambungan. Kehidupan tidak berakhir dengan kematian. Kematian bukan hanya merupakan konsekuensi alami dari kelahiran – karena, orang yang lahir harus mati – tetapi juga merupakan konsekuensi alami untuk kelahiran kembali. Hidup terus berlanjut.

Apa yang kita sebut sebagai Sukshma Sharira (badan halus/soul/roh), yang terdiri dari gugusan pikiran dan perasaan serta semua sub-fakultasnya seperti memori, harapan, keinginan, imajinasi, dan lain sebagainya tunduk pada kelahiran dan kematian, tetapi tidak demikian dengan Atma (barangkali dapat disebut jiwa, untuk mempermudah pemahaman kita) yang merupakan daya-hidup yang mengalir melalui semua kehidupan, mengalir melalui seluruh keberadaan.

Krishna meminta Arjuna untuk mengalihkan fokusnya dari tubuh materi yang senantiasa berada dalam perjalanan menuju kerusakan; dari lapisan mental-emosional, yang selalu berubah; dan dari soul yang tunduk pada kelahiran, kematian, dan kelahiran kembali; ke ranah Atma, Aku atau jiwa yang sejati, di mana kehidupan tidak berawal dan berakhir, dimana bahkan pemisahan antara kefanaan dan keabadian memudar.

Di sini, kita diingatkan akan kata-kata Shakespeare: “Seluruh dunia adalah panggung sandiwara, Dan semua pria dan wanita hanyalah pemainnya: Masing-masing keluar dan masuk silih berganti; Dan tiap orang memainkan begitu banyak peran.”

“Mainkan peranmu, dan mainkan dengan tepat, Arjuna!” seru Krishna. Memang, tidak ada yang bisa menyangkal peran mereka. Menyangkal peran yang diberikan pada kita berarti menyangkal kehidupan ini. Sebab, adalah peran yang diberikan kepada kita yang membuat hidup kita bermakna. Ada yang mungkin berpendapat bahwa manusia memiliki kehendak bebas, dan oleh karena itu tidak mungkin ada “peran yang diberikan”. Nah, penelitian ilmiah terbaru menunjukkan sebaliknya.

Berdasarkan berbagai penelitian tentang DNA dan didukung oleh beberapa pakar genetika, psikolog Michel Poulin dari University of Buffalo menunjukkan bahwa tidak hanya penyakit manusia, tetapi juga perilaku manusia berakar pada kecenderungan genetik.

Temuan dalam bidang ini sungguh membingungkan, karena lebih lanjut dikatakan bahwa kecenderungan genetik tersebut “bekerjasama” dengan pendidikan yang diperoleh seorang anak sejak dini, impresi, pengasuhan dan pengalaman hidup untuk “menentukan apakah seseorang akan menjadi sosok yang sosial atau anti-sosial.”

Leluhur kita sudah mengetahui hal ini sejak dulu. Oleh karena itu, mereka yang memiliki kecenderungan “kejam” diberi pelatihan militer, agar jangan sampai mereka menyebarkan kekerasan di masyarakat. Dan mereka menjadi ksatria yang hebat, karena kecenderungan genetik mereka “bekerjasama” dengan pelatihan semacam itu.

Demikian pula, mereka yang memiliki kecenderungan “ilmiah” dibesarkan untuk menjadi ilmuwan, penulis, dan penyair. Dengan menggunakan ilmu astrologi yang sudah canggih saat itu, dikombinasikan dengan prinsip-prinsip ilmu kehidupan lainnya seperti ayurveda dan yoga – nenek moyang kita dapat menentukan kecenderungan genetik setiap anak tepat setelah kelahirannya.

Berdasarkan pada sifat-sifat dasar seperti itu, atau varna yang kemudian disalahartikan sebagai kasta – dibagilah empat kategori utama. Yang pertama adalah para cendekiawan, ilmuwan, pendidik, filsuf, diplomat, dan sejenisnya. Mereka secara kolektif disebut Brahmana.

Kshatriya, para Ksatria atau Satria, termasuk dalam kategori kedua: Vaishya pengusaha, industrialis, ekonom, dan sebagainya – merupakan kategori ketiga. Dan Kelas Pekerja, Shudra, adalah yang keempat, mungkin dengan jumlah terbesar.

Demikian, “peran yang diberikan” harus ditafsirkan sebagai tugas atau tindakan yang sejalan dengan kecenderungan alami, sifat, atau kecenderungan genetik. Nah, pelatihan yang diberikan kepada Arjuna sejak masa kanak-kanaknya sesuai dengan kecenderungan genetiknya, Ia dilahirkan untuk menjadi seorang ksatria. Para pendukung teori “kehendak bebas” baiknya juga mempelajari temuan ahli biologi evolusi seperti Jerry Coyne dari University of Chicago.

Coyne berpendapat bahwa “Keputusan” hanyalah serangkaian impuls listrik dan kimia antara molekul di otak yang konfigurasinya ditentukan oleh gen dan lingkungan. Dengan kata lain, reaksi manusia diatur oleh hukum fisika dan tidak mungkin berbeda. “Seperti output dari komputer yang diprogram, hanya satu pilihan yang mungkin secara fisik: yaitu pilihan yang Anda buat,” tulis Coyne.

Lebih lucu lagi kata Profesor Owen Jones, seorang guru besar hukum dan ilmu Biologi di Vanderbilt University: “Kehendak sama bebasnya dengan makan siang.” Kaitannya dengan peribahasa dalam bahasa Inggeris, There are no free lunches. Maksudnya, untuk makan siang pun mesti mengeluarkan uang, entah yang mengeluarkannya kita sendiri atau orang lain. Tidak ada yang gratis.

Apa yang hendak kita simpulkan adalah: Kehendak bebas tidak sepenuhnya bebas. Krishna mengingatkan Arjuna akan fakta ini. “Kau tidak bisa lepas dari peranmu. Kesatria adalah takdirmu. Gunakan itu untuk membela mereka lemah, tertindas, dan tidak berdaya. Gunakan itu untuk membela bangsamu, rakyatmu. Bebaskan mereka dari kekejaman sepupumu.”

Jadi: Gunakan kehendak bebas Anda untuk melakukan peran Anda – jangan keluar dari peran tersebut. Jika Anda memiliki sifat kewirausahaan di dalam diri Anda, maka jadilah seorang industrialis, jadilah seorang pedagang, seorang pebisnis. Jangan memasuki politik, jangan sampai Anda mengubah politik menjadi dagang-sapi.

Jika Anda secara alami tertarik pada keilmuan, maka kejarlah itu. Saya telah melihat para cendekiawan dan pendidik hebat yang gagal sebagai pengusaha dan politisi. Dan saya telah melihat pekerja yang baik, pelaksana yang sangat efisien, gagal sebagai pembuat keputusan.

Mainkan peranmu dengan tepat. Dan berupayalah untuk melakoni hidup dengan sebaik-baiknya. Ini adalah pesan Krishna dalam bab kedua Bhagavad Gita, yang akan dilanjutkan di artikel berikutnya.

(Artikel ini pernah terbit di The Bali Times dalam bahasa Inggris dengan judul “Musings on the Bhagavad Gita: Play Your Part Right”dan bisa diakses di www.bhagavadgita.or.id

*Penulis lebih dari 180 judul buku dan Pendiri Anand Ashram (berafiliasi dengan PBB, www.anandashram.or.id, www.anandkrishna.org | Periksa YouTube Channel dan Subscribe untuk upload baru setiap minggu: AnandAshramlndonesia dan AnandKrishnalndo