TRI HITA KARANA DAN ASTA BRATA

Wacana

DIAMBIL DARI
MAJALAH HINDU RADITYA, HALAMAN 54-55, NO. 250, MEI 2018

Anand Krishna *

Sekarang saya bahas tentang Tri Hita Karana dan Asta Brata. Tri Hita Karana (THK) tentu saja merupakan istilah Sanskrit. Dan sepengetahuan saya, istilah ini diciptakan sekitar tahun 1960-1962. Adalah Pandit Narendra Shastri dari Arya Samaj yang mungkin memperkenalkan istilah ini. Beliau datang ke Indonesia pada 1950-an. Boleh dikatakan, beliau pula yang menghidupkan kembali Hindu di Bali.

Istilah THK tersebut mungkin diciptakan oleh beliau, atau setidaknya terinspirasi oleh beliau, sebagaimana istilah seperti Pancha Shraddha, mendefinisikan 5 keyakinan Hindu dari sudut pandang Arya Samaj dan lain-lain.

THK itu kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia tiada lain dimaksudkan sebagai Tiga Faktor Kebahagiaan, atau tepatnya, Penyebab Kesejahteraan Umum, meliputi: Parahyangan, yaitu hubungan kita dengan kekuatan-kekuatan Hyang Widhi; Pawongan, hubungan kita dengan sesama manusia; dan, Palemahan, hubungan kita dengan lingkungan.

Lemah berarti Lemah, jadi Palemahan atau hubungan kita dengan lingkungan hidup termasuk binatang, yang lebih lemah daripada kita. Kita harus memiliki kasih terhadap mereka. Dengan jalan tidak membunuh mereka, kita seharusnya melindungi mereka.

Pawongan adalah hubungan antar sesama manusia. Dalam hubungan ini, kita harus melakoni kesetaraan. Kita berada di tataran yang sama.

Terhadap binatang kita harus bersikap penuh kasih…. terhadap sesama manusia kita harus menghormati nilai kesetaraan. Sedangkan Parahyangan adalah perkara hormat. Kita wajib menghormati kekuatan yang lebih tinggi.

Tiga faktor ini tidak hanya berada di luar diri kita, tetapi juga berada dalam diri kita. Ada Buana Alit dan ada Buana Agung; ada Mikrokosmos dan ada Makrokosmos. Apa yang ada di luar diri juga ada di dalam diri. Kita juga memiliki kelemahan di dalam diri kita. Kita harus berhati-hati. Taklukkan yang liar, lindungi yang baik, dan sebagainya.

Berikutnya saya harus berbagi dengan Anda sebuah konsep lain yang sangat populer di Bali dan Jawa, dan sesungguhnya populer di seluruh kepulauan Indonesia, yaitu Ashta Vrata atau yang biasa ditulis dan menyebutnya sebagai Asta Brata.

Asta Brata berarti “Delapan Prinsip Kepemimpinan yang Efektif” yang merupakan hasil diskusi antara Rama dan gurunya, Vasishtha. Sebelum Rama meninggalkan gurukul, sekolah berasrama di tempatnya belajar, Vasishtha, sang guru, menasihati dia untuk terus belajar dari alam.

Kau telah menyelesaikan masa sekolahmu di gurukul, akan tetapi mulai sekarang, biarlah alam menjadi gurumu. Dan “pertama-tama, kata Vasishtha, “belajarlah dari Matahari, dari Surya,” Matahari bersinar dan berbagi cahaya dengan semua tanpa membeda-bedakan. Tidak pilih kasih dalam memberi penerangan.

Yang kedua adalah Chandra, Bulan. Ketika gelap tiba, Bulan mengambil alih peran Matahari. Chandra hadir dalam kegelapan untuk menunjukkan jalan. Jadi belajarlah dari Chandra, walaupun ekonomi sedang sangat lesu (seperti kondisi saat ini), segala sesuatunya buruk, namun tetaplah bersinar, tetaplah bertahan dalam kesulitan. Inilah kegigihan.

Yang ketiga adalah Taraka, Tarak, bintang kutub utara yang memandu mereka yang tersesat. Pesannya adalah: “Jika ada yang tersesat ke jalan yang salah, tuntunlah dia, pandulah dia ke jalan yang benar. Sejak dahulu kala, ketika kompas belum ditemukan para pelaut bergantung pada bintang utara untuk menunjukkan jalan, memandu mereka pada tujuan.

Yang Keempat adalah Bumi. Sabar, senantiasa memberi walaupun diinjak-injak. Pesannya adalah: Bila seseorang berbuat salah padamu, maafkan dia. Bahkan jika hak-hak Anda dirampas, jangalah merampas hak-hak sang permpas. Tetaplah memberi dan berbagi. Pedulilah bahkan pada orang yang tidak peduli pada Anda.

Bila orang lain berbuat jahat pada Anda, Anda tetap baik, karena kebaikan adalah sifat Anda. Guru saya selalu mengingatkan dan berkata, kau harus mencintai. Ketika saya mendebat, Aku mencintaimu? Itu adalah sesuatu yang keliru, itu bukan cinta. Itu adalah cinta yang terbatas, bahkan bukan cinta, itu adalah ketertarikan semata pada seseorang, pada orang tertentu.”

Kau harus mencintai. Titik. Cinta harus menjadi sifatmu dan melingkupi semua, demikian beliau mengulangi. Disertai penjelasan lebih panjang, mengingatkan saya. Benar sekali. Belajarlah dari Bumi yang mencintai semuanya dengan setara. Cinta sejati adalah sifat Bumi.

Yang kelima, belajarlah dari Baruna, Varuna, atau air. Orang tua saya berasal dari Sindh, dan Varuna adalah Ishta, sosok pujaan semua orang Sindhi. Para Sindhi percaya bahwa Jhulelal, sang pembawa pesan kedamaian, cinta, dan harmoni di Sindh, adalah perwujudan Varuna.

Jhulelal berarti Gusti Hyang Menari. Para Sindhi menyapa satu sama lain dengan menyebut Gusti Hyang Damai, Cinta, Harmoni, “Jhulelal!” Dan balasannya adalah “Beda Paar, semoga engkau selamat menyeberangi samudra kehidupan ini. Semoga kau mencapai tepian seberang dengan selamat.  Ini menyiratkan, “Semoga engkau menyebarangi samudra samsara, samudra kelahiran dan kematian berulang dan berhasil mencapai moksha, nirvana, kebebasan mutlak.”

Sebuah salam yang populer di antara para penduduk di Himalaya adalah “Jhullay”. Di Laddakh, salam ini masih populer walaupun artinya sudah dilupakan banyak orang. Artinya, “apakah kau masih menari? Teruslah menari, teruslah bergoyang!” Ini adalah sebuah pengingat bahwa kita semua hendaknya merayakan kehidupan, bahwa hidup adalah sebuah perayaan. Bukankah ini indah?

Sebuah pelajaran lain dari Baruna atau Air adalah: Hidup bukan melulu mengikuti arus. Ada saat-saat dimana Anda harus melawan arus. Bahkan batu-batu besar tidak bisa menghentikan aliran Baruna. Baruna menemukan jalannya sendiri, ia mengitari batu dan terus mengalir.

Dan, yang keenam…adalah kita mesti belajar dari Agni atau Api. Api memurnikan, membersihkan…. Saya telah membahas semua prinsip ini panjang lebar di buku Ananda’s Neo Self Leadership (dalam bahasa Indonesia).

Semua prinsip ini sesungguhnya bisa diterapkan dalam keseharian hidup, baik di rumah maupun di tempat kerja. Entah Anda adalah seorang profesional, manajer, eksekutif, industrialis, banker semua prinsip-prinsip ini baik untuk Anda semua.

Api adalah energi, ia memiliki kemampuan untuk mendaur ulang, ia bahkan bisa melelehkan baja yang keras untuk dibentuk. Gunakan energi ini untuk melembutkan yang keras, untuk mendaur-ulang apa yang perlu didaur-ulang; dan untuk membersihkan apa yang perlu dibersihkan dan dimurnikan.

Dan yang ketujuh, belajarlah dari Bayu, Vayu, Udara atau angin. Belajarlah dari kemampuannya untuk menembus apa-pun. Ia bisa melalui lubang-lubang terkecil, pori-pori terkecil. Pesannya jelas: Bekerja keraslah, tidak perlu menunggu modal besar untuk memulai sebuah usaha. Yakinlah pada kemampuan dan kapabilitas Anda. Tingkatkan kemampuan Anda dan raihlah kesuksesan…. Jadilah sukses!

Kedelapan adalah Samudra, Lautan Luas. Jadilah seperti samudra yang luas, yang ekspansif. Ini adalah pesan untuk melihat gambaran yang lebih luas. Ini adalah sebuah pesan untuk memiliki gambaran yang lebih luas akan segala hal dan meninggalkan cara pandang yang sempit dan picik. Terima kasih banyak. Namaste.

*Anand Krishna, menulis lebih dari 170 judul buku dan Pendiri Anand Ashram (berafiliasi dengan PBB, www.anandashram.or.id, www.anandkrishna.org)