Memaknai Kembali Hindu Dharma

DIAMBIL DARI MAJALAH MEDIA HINDU, EDISI 183, MEI 2019
DARI ANAND ASHRAM

OLEH: ANAND KRISHNA

Jika Anda Tidak Bersama Kami, Maka Anda adalah Lawan Kami…” Apakah kita ingat kalimat yang diucapkan seorang politisi kawakan ini? Bagaimana kita bereaksi terhadapnya? Saya ingat pernah bertemu seorang tokoh “besar” di tanah leluhur saya, dan saat itu pemikiran beliau sangat jernih: Ini bukanlah cara kerja mind (gugusan pikiran dan perasaan) seorang Hindu. Seorang Hindu tidak akan pernah berkata demikian.

Saya setuju, dan tetap setuju hingga sekarang.

Tetapi, melihat keadaan saat ini di tanah leluhur saya – saya sungguh bingung dan tidak pernah sefrustrasi ini.

Tokoh “besar” yang sama, yang saya sebutkan diatas, sekarang mendukung teori yang sebelumnya dia tolak, “Jika Anda tidak memilih dia, jika Anda tidak mempercayai dia, maka Anda melawan Tanah Air, bahkan Anda melawan Dharma!

Perubahan Macam Apa Itu?! Political Correctness atau Kebenaran ala Politik telah membajak Narasi Dharma. Pertarungan yang terjadi di tanah leluhur saya bukan lagi pertarungan antara kekuatan Dharma dan Adharma, tetapi pertarungan antara dua partai politik, masing-masing dengan kepentingan partai, bahkan kepentingan pribadi-pribadi di dalamnya. Ini bukan lagi sebuah Dharma Yudha – sebuah perang untuk menegakkan Dharma.

Tiada lagi orang-orang yang tahu arti Rajya Dharma – apa tanggung jawab dari para penyelenggara negara. Pujaan kita saat ini adalah Chanakya, sosok yang membuat Chandragupta Maurya, raja yang diangkatnya, sedemikian muak, frustasi sampai-sampai sang raja akhirnya meninggalkan kerajaannya untuk menjadi seorang petapa Jain. Chanakya mungkin adalah kebutuhan saat itu. Tetapi, dia tidak bisa menjawab permasalahan saat ini.

Ah, Sudah Terlalu Banyak Kita Membicarakan Politik… Marilah kita tinggalkan tanah leluhur saya dan menjumpai Komunitas Hindu Global. Suka atau tidak, kebanyakan anggota-anggota yang vokal dari Komunitas Hindu Global, berakar di tanah leluhur mereka. Dan, entah bagaimana, mereka juga membawa narasi populer, “Jika Anda tidak bersama dia, Anda melawan Tanah Leluhur Anda. Anda melawan Dharma.”

Banyak di antara para Hindu baru, orang-orang Barat yang baru memeluk Hindu, merasa konversi mereka tidak lengkap tanpa endorsement, tanpa sokongan dari dan oleh lembaga, orang-orang, dan pemerintahan dari, apa yang mereka sebut sebagai, “negara asal agama Hindu”. Jadi, mereka juga mendukung narasi populer yang sama.

Yang tidak diikutkan dalam rombongan tersebut adalah para Hindu asli di negara-negara seperti Indonesia, Vietnam, dan mungkin banyak negara lainnya, tergantung bagaimana kita memaknai kata Hindu.

Jadi Marilah Kita Masuk ke topik inti kita, yaitu memaknai kembali Hindu Dharma. Pertama-tama, bagaimana kita memaknai kata Hindu. Pertama-tama, kata “Hindu” – yang sebagaimana disepakati oleh kebanyakan cendekiawan, sejarawan, dan antropolog saat ini sebagai kata yang awalnya digunakan untuk merujuk pada seluruh masyarakat – benar, bukan hanya masyarakat, tapi seluruh masyarakat – yang bermukim di balik Sungai Sindhu atau Indus.

Orang Yunani menyebutnya “Indos”, orang Persia dan Arab menyebutnya “Hindi” atau “Hindu”, orang Cina menyebutnya “Shintu” atau “Intu”, itulah nama yang diberikan kepada bukan hanya mereka yang tinggal di anak benua India, tetapi juga kepada mereka yang tinggal di Asia Tenggara, termasuk Kepulauan Indonesia dan Malaysia.

Para Saudagar Eropa melangkah lebih jauh… dimanapun mereka menemukan “para pemuja pohon, gunung, sungai, dan lain-lain”- itu berarti dimanapun mereka menemukan para pemeluk kepercayaan-lepercayaan asli non – Abrahamik – semuanya mereka sebut sebagai Indian alias Orang India.

Demikian, mereka yang tinggal di Republik India modern; Indonesia atau Indo Neses, Pulau-pulau India atau Kepulauan Indonesia modern; dan bahkan penduduk asli Amerika – semuanya disebut Indian, Orang India.

Kata “Indigenous”, “Penduduk Asli”, “Orang Aseli” atau “Warga Bumi”, dengan demikian, bermakna seluruh penduduk planet yang mengikuti Keyakinan Awal Mula yang sepenuhnya selaras dengan alam dan hukum-hukum alam atau Rta, sebagaimana disebut oleh para Rishi atau Pujangga zaman Veda. Kelak, sebutan lain yaitu Sanatana Dharma Kekal atau Hukum Alam yang kekal menjadi lebih populer.

Orang Sunda, Penduduk Asli dari daratan luas yang kelak akan terpecah-pecah menjadi Kepulauan Indonesia dan Malaysia – menyebut keyakinan ini sebagai Wiwitan – Sesuatu Selalu Ada sejak Dahulu Kala, Yang Asli, ya, yang Purba, Awal Mula.

Kelak, banyak kata lain akan digunakan, seperti Kejawen –Keyakinan Alami Penduduk Jawa; Kaharingan; Permalim; Pemena, Cham Ahin, dan lain-lain. Semuanya bermakna kurang lebih sama –Sanatana, Abadi, Awal Mula, Pertama.

“Sesungguhnya,” seseorang dari Lebanon bercerita pada saya, “kami juga memiliki sebuah istilah yang mirip sejak zaman dulu …., sekarang kata itu telah diidentitaskan dengan kepercayaan-kepercayaan yang telah mapan.” Saya sengaja tidak menyebut istilah yang dia sebut, karena itu akan mengusik beberapa di antara kita yang tidak tertarik dengan sejarah kuno dan akan melabeli segala sesuatu yang kuno atau purba sebagai hal yang barbar dan biadab.

Kesimpulan: Kata “Hindu” bukanlah monopoli dari satu negara-bangsa manapun. Adalah sebuah kekeliruan untuk mengidentifikasi Hindu dengan republik modern manapun. Hindu tidak bisa dipasung dalam satu kotak negara manapun.

Orang Hindu berada di mana-mana. Mereka adalah penduduk asli planet ini. Para Orang Aseli atau Aborigine, entah mereka ada di negara Malaysia, di benua Australia, atau dimanapun – adalah Hindu atau Indigenous dalam pengertian mereka adalah penduduk asli atau warga bumi, yang masih menjunjung tinggi warisan dari leluhur mereka. Keyakinan dan Laku Hidup mereka berasal dari zaman dimana bahkan kepercayaan-kepercayaan mapan saat ini belum ada.

Adalah kewajiban kita pertama-tama dan terutama – kewajiban dari Warga Bumi – entah kita menyebutnya Orang Aseli, Aborigine, Indian, Indigenous, Hindu atau apapun; entah kita disebut sebagai animis, politeis, atau penganut keyakinan kuno, seperti Sunda Wiwitan, Kaharingan, Kejawen, Pemena, Permalim, Cham Ahin atau yang lainnya – untuk menyelamatkan warisan purba kita, Dharma kita, atau Hukum Alam tentang Kebajikan dari pembajakan oleh para oportunis licik demi kepentingan mereka sendiri.

*Penulis lebih dari 180 judul buku dan Pendiri Anand Ashram (berafiliasi dengan PBB, www.anandashram.or.id, www.anandkrishna.org) | Periksa YouTube Channel dan Subscribe untuk upload baru setiap minggu: AnandAshramIndonesia dan AnandKrishnalndo