PERLUNYA WARGA SEDUNIA BERSATU, 17 Desember 2007

PERLUNYA WARGA SEDUNIA BERSATU

Anand Krishna
Radar Bali, Senin 17 Desember 2007

 

Menjelang detik-detik terakhir Konperensi PBB tentang Perubahan Iklim di Bali….. Banyak yang berharap, dan mereka kecewa. Adalah mereka yang tidak berharap banyak, bahkan tidak berharap apa-apa yang justru berbahagia. Karena, di luar dugaan mereka memperoleh apa yang tak terbayang sebelumnya!

Klimaks dari konperensi ini, setidaknya bagi saya, terjadi pada acara-acara side-event di luar pertemuan-pertemuan tingkat tinggi.

Tanggal 11 Desember 2007: Dalam pertemuannya dengan para pemimpin institusi agama dan sejumlah undangan lainnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan dengan jelas dan tegas bila saat ini “ramah lingkungan” saja sudah tidak cukup. Kita mesti “menghormati dan menyayangi” lingkungan.

Inilah cara berpikir seorang negarawan! Pada tanggal 12 dalam pertemuan akbar tingkat tinggi yang dihadiri juga oleh beberapa kepala negara dan Sekjen PBB – beliau mengharapkan sinergi antara barat dan timur. Dan, ini yang penting, “We must do something differently and do more….” Kita mesti menemukan terobosan baru, dan mesti berbuat lebih banyak lagi.

Sekretaris Eksekutif United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), Tuan Yves de Boer menegaskan kembali bahwasanya: 1. Bukti-Bukti Ilmiah sudah jelas, 2. Perubahan Iklim sudah terjadi dan telah mempengaruhi kehidupan manusia di seluruh dunia, 3. Kita memiliki cara untuk mengatasi pengaruh yang lebih parah/jelek.

Perdana Menteri Australia yang baru berusia 10 hari sebagai kepala pemerintahan – menyampaikan niat baiknya untuk mengindahkan Prokol Kyoto yang mewajibkan setiap negara untuk mengurangi emisi karbon.

Namun, adalah negara-negara pulau kecil seperti Palau dan Maldives yang menuntut supaya seluruh dunia bertindak lebih cepat. Presiden Palau mengingatkan kita akan kata-kata serupa yang pernah terucap oleh Gubernur California: Kita tidak bisa lagi menyalahkan siapa-siapa. Sekarang saatnya untuk bertindak bersama. Bila sampai saat ini kita belum mencapai hasil yang diharapkan, maka kesalahan terletak pada kita semua.

Kemudian, hanya satu hari sebelum KTT berakhir, pada tanggal 13 Desember, datanglah seorang Warga Dunia yang sudah dinanti-nanti: Al Gore! Tidak ada yang perlu memberi pengumuman supaya “hadirin berdiri” – seluruh peserta dalam ruangan itu berdiri untuk menghormati warga dunia yang satu ini.

Mengikuti ceramah beliau, saya makin yakin pada dimensi kemanusiaan, pada solusi manusiawi. Hanyalah beberapa hari sebelumnya saya menulis tentang “Kebenaran” dan bahwasanya “Kebenaran itu Membebaskan – Kebenaran mesti diungkapkan”. Ribuan Flyers berisi tulisan saya telah disebarluaskan kepada seluruh peserta konperensi, baik dalam bahasa Inggeris maupun dalam bahasa Indonesia. Sekarang, saya mendengar kata-kata sama – ya sama, tidak sekedar mirip – terucap oleh Al Gore.

Saya mengutip Mahatma Gandhi, Al Gore mengutip Mahatma Gandhi. Saya pengagum berat Martin Luther King, Jr. – Al Gore pun mengutip beliau.

Saya mengajak warga sedunia untuk bersatu dan melangkah bersama untuk menghadapi tantangan perubahan iklim. Al Gore juga mengatakan hal yang sama. Ia pun percaya pada “Global Power of People Movement” – Kekuatan Gerakan Warga Sedunia.

Pun sebelumnya, jauh-jauh hari sebelum Sekretaris Boer menyampaikan harapannya agar para peserta konperensi memiliki visi, kebijakan dan kasih (compassion) – saya telah menggunakan istilah yang sama dalam tulisan saya berbahasa Inggeris.

Ini menunjukkan apa?
Apakah diantara kita ada yang menyontek? Siapa yang menyontek siapa? Tulisan saya sudah tertulis dan tersebar sebelum Sekretaris Boer maupun Al Gore berbicara. Apakah mereka menyontek saya? TIDAK.

Kita bisa berbahasa sama, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bisa berbahasa sama – karena kita semua memang manusia. Ketika Kemanusiaan Berbicara – maka kita semua sudah pasti berbicara dalam bahasa yang sama – Bahasa Hati!

Dan, Hati Manusia Menuntut supaya Pikiran kita Tidak Serakah. Supaya Raga kita Tidak Memikirkan Kenyamanan-Diri saja.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan jelas dan tegas mengatakan bahwa adalah Pikiran dan Hati yang Jernih yang dibutuhkan oleh kita semua.

Saya melihat dari dekat tanda-tanda stress berat pada wajah Presiden kita. Saya melihat pula betapa dengan mudahnya seseorang yang dekat dengan beliau bisa tertidur dalam pertemuan yang sangat penting. Maka, saya dapat memahami stress beliau.

Saya juga menjadi saksi bagi saat-saat yang sangat melegakan jiwa saya, ketika sisi kemanusiaan beliau muncul pada permukaan – dan , tiba-tiba wajah beliau menjadi cerah! Ketika beliau mendengar lagu gubahan beliau dinyanyikan oleh Alpha Singers…. Atau, ketika beliau bermain gitar, menyanyi…..

Berapa banyak diantara mereka yang berada dalam lingkaran terdekat dengan beliau yang memperhatikan sisi ini? Berapa banyak yang justru menginginkan supaya sisi yang satu ini terpendam, dan yang keluar ke permukaan hanyalah sisi diplomatnya, atau sisi politisinya, atau sisi pejabatnya?

Saya melihat dengan jelas wajah para pejabat sekitar beliau yang tidak setuju dengan sisi kepribadian tersebut. Saya melihat senyuman plastik mereka. Saya tahu apa yang barangkali tidak diketahui oleh banyak orang. Bukan karena mata ketiga saya telah terbuka. Tetapi karena saya melihat dengan mata bathin yang sesungguhnya dimiliki oleh setiap orang – hanya saja jarang digunakan.

Saya juga ingat dengan baik kegusaran seorang mantan pejabat ketika beliau membaca tulisan saya. Kegusaran itu disampaikan kepada teman-teman saya. Saya menerima dan menghormati kegusaran beliau. Sesungguhnya, saya pun mengikuti dan sangat apresiatif terhadap apa yang beliau lakukan selama ini. Maka, saya langsung mengirimkan SMS kepada ajudan beliau dan minta maaf tanpa embel-embel “tapi” dan mencari pembenaran atas mispersepsi yang terjadi.

Dari pengalaman yang sangat berharga itu, saya baru tersadarkan bila banyak pejabat kita yang masih berparadigma lama. Masih belum siap untuk beradaptasi dengan iklim reformasi dan demokrasi. Setelah sekian lama terjajah dan terkondisi, jiwa kita masih terbelenggu oleh pikiran kita sendiri.

Ketika KTT ini masih berlangsung, saya pun menyaksikan bagaimana para pejabat dan petinggi kita melakukan manuver-manuver politik. Agenda utama “Perubahan Iklim” terlupakan sama sekali, mereka malah mendatangi orang-orang atau mengumpulkan orang-orang yang mereka pikir dapat mendukung diri atau partai mereka pada pemilu 2009.

Ternyata, kemanusiaan di dalam diri kita masih saja sering terkalahkan oleh kepentingan-kepentingan lain yang sesungguhnya bernilai sangat rendah. Saya mendengar keluhan teman-teman yang Berjiwa Nasionalis Tulen, beragama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddhis, Kong Hu Cu: “Kapan yah para petinggi kita akan menyalami kita dengan satu salam yang sama? Dalam konperensi tingkat tinggi pun masih menggunakan bahasa agama? Apa tepat? Beliau-beliau itu kan mewakili seluruh bangsa dan negara dan kita menganut sekian banyak agama…..”

Ini pun merupakan PR Besar dan Berat…. Menempatkan Wawasan Kebangsaan diatas Identitas Keagamaan “Pribadi” yang sesungguhnya adalah persoalan pribadi. Silakan berdoa dalam hati sesuai dengan agama Anda sebelum menyampaikan pidato resmi. Pun untuk menyalami warga setanahair atau sedunia, cukup dengan salam dalam satu bahasa, Bahasa Nasional atau Bahasa Inernasional, yang hingga saat ini adalah Inggeris.

Tapi, saya harus segera kembali pada KTT yang sedang berakhir…… Terinspirasi oleh Al Gore dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyoni, teman-teman di Bali berinisiatif untuk medeklarasikan “Global Power of People Movement for Climate Reverence”. Gerakan Warga Sedunia untuk Menghormati Iklim…. Terima kasih Bali, kau telah menangkap Visi dan Mimpi dua Orang Besar, Al Gore dan Presiden kita sendiri.

Mereka yang menandatangani Deklarasi ini adalah warga sedunia mewakili dunia kita yang satu ini…. Dan, mereka berjanji untuk melakukan apa saja semampu mereka untuk merespon tantangan Perubahan Iklim dengan cara manusiawi…. Dengan cara Mengatasi Keserakahan, Dengan Cara Saling Sayang dan Menyayangi, Dengan Cara Menghormati Lingkungan…… Terima Kasih, Saudara-Saudaraku Sebumi, dan Selangit!