PERUBAHAN IKLIM DUNIA – Bencana yang dapat diubah menjadi Berkah!, 13 Agustus 2007

PERUBAHAN IKLIM DUNIA
Bencana yang dapat diubah menjadi Berkah!

Anand Krishna
Radar Bali, Senin 13 Agustus 2007

 

Tahun lalu, setelah menyaksikan dokumenter yang dibuat oleh Al Gore, dengan judul “The Inconvenient Truth”, banyak diantara kita yang baru sadar bila Global Warming at Pemanasan Global sudah bukan sekedar wacana. Pemanasan Global itu sudah terjadi, dan dampaknya sudah dirasakan.

Walau, segelintir diantara kita masih saja meragukan, “Apa iya?” Tidak menjadi soal. Toh, perkara evolusi manusia saja masih diragukan oleh segelintir orang. Adalah bukti dan fakta di lapangan yang penting. Adalah kecerdasan kita yang penting, sehingga dapat membaca bukti-bukti itu.

Perubahan Iklim yang disebabkan oleh Pemanasan Global bukanlah perkara baru. Bukanlah cerita baru. Ini adalah pengulangan. Pengulangan yang selalu terjadi, bila kita tidak belajar dari pengalaman-pengalaman kita di masa lalu.

Di Bali, ada legenda tentang Mandhara Giri…. Menurut saya bukan sekedar legenda tetapi peristiwa bersejarah yang ditampilkan dengan gaya pop tempo doeloe.

Kira-kira 12,000 tahun yang lalu, atau 10,000 Sebelum Masehi – dunia kita pernah berada dalam situasi yang sama seperti sekarang. Saat itu, dunia kita dikuasai oleh dua kekuatan utama, Kekuatan para Sura dan Kekuatan para Asura.

Sebutan Sura dan Asura ini sangat menarik. Sura berarti “Berirama” dan Asura berarti “Tidak Berirama”. Sura adalah sekelompok manusia yang selaras dengan alam. Mereka adalah orang-orang yang peduli lingkungan. Sebaliknya, Asura tidak selaras dengan alam, mereka tidak peduli lingkungan.

Kedua kekuatan tersebut sering berhadapan di medan perang. Bukan karena perbedaan ideologi saja, tetapi karena keinginan masing-masing pihak untuk menjadi Penguasa Tunggal.

Kelompok Asura mengejar kekuasaan demi kenikmatan. Kelompok Sura mengejar kekuasaan demi, apa yang mereka anggap, kebaikan dunia. Sayang, jalan yang mereka tempuh tidak tepat. Kebaikan tidak dapat diraih di medan perang.

Perang di antara mereka memajukan industri senjata, Astra. Masing-masing berkeinginan untuk mengungguli lawannya. Industri-industri tersebut, ditambah dengan ketidakpedulian Asura – merusak lingkungan. Dan, ketika kerusakan itu mencapai puncaknya – maka pihak Sura pun baru sadar bila konflik diantara mereka tidak menyelesaikan masalah, malah memperuncingnya.

Sementara itu, air, sumber kehidupan utama di dunia, sudah tercemar habis. Gunung Es meleleh, menyebabkan banjir dimana-mana. Gunung-gunung lain yang tadinya gundul, malah menjadi sedikit subur – kehidupan tanaman berpindah dari darat ke atas puncak gunung. Seluruh kehidupan manusia dan makhluk-makhluk lain di darat terganggu.

Sura, Asura, bahkan seluruh kehidupan di muka bumi terancam “tamat” – selesai, habis, punah. Tak ada jalan lain, kecuali Sura dan Asura bertemu, bersatu dan bekerjasama untuk mengatasi persoalan yang sangat berat itu.

Maka, mereka pun bersatu.
Namun, persatuan mereka sungguh semu – dangkal. Mereka membangun persatuan diatas panggung “ancaman” dan “rasa takut”. Persatuan seperti itu sudah jelas tidak akan bertahan lama.

Ya, mereka berhasil membersihkan laut. Racun dari laut itu diolah menjadi energi – Energi yang Membahagiakan, Menyuburkan, Menyejahterakan – Shiva. Untuk sementara waktu mereka berhasil mengatasi persoalan.

Kemudian, setelah sejahtera, setelah merasa aman – mereka pun berantam kembali untuk menguasai Amrita – Keabadian Hidup, Kekusaan yang Langgeng…… Dalam legenda Mandhara Giri, akhirnya pihak Sura lah yang keluar sebagai pemenang.

Dalam kenyataan hidup – kemenangan pihak Sura tidak pernah bertahan lama. Konflik antara Sura dan Asura masih berlanjut terus. Dan, konflik itu menyebabkan berbagai macam bencana.

Kita harus bersatu.
Sura dan Asura, mereka yang Berirama dan mereka yang Tidak Berirama adalah dua bagian dari kehidupan yang akan selalu ada. Sura bekerja dengan Hati. Asura bekerja dengan Pikiran. Sura menghasilkan Seni, Asura menghasilkan Sains. Kedua-duanya penting. Sang Saintis harus berjiwa seni sedikit. Dan, Sang Seniman mesti sedikit berpikir secara saintifik.

Sura dan Asura mesti bertemu diatas Panggung Kesadaran akan sama-sama pentingnya Hati dan Pikiran. Pertemuan antara Sains dan Seni inilah Spiritualitas. Tanpa Pertemuan Spiritual ini, Perdamaian Sejati tidak akan terwujud.

Bila diterjemahkan dalam bahasa modern dan dikaitkan dengan keadaan aktual saat ini, maka Negara-Negara yang Sudah Berkembang dan yang Sedang Berkembang – mesti bekerja sama, bahu-membahu untuk mengatasi Bencana yang terjadi karena Peubahan Iklim.

Sesungguhnya, saat ini adalah saat yang tepat untuk membangun Kerja Sama Abadi berlandaskan Kasih dan Pemahaman. Teknologi Informatika telah mempertemukan kita secara “Real Time”. Keberhasilan Sains ini dapat mefasilitasi Pertemuan Hati.

Barat mesti sedikit meredupkan lampu-lampu jalanan bangunan-bangunan mereka di malam hari. Timur tidak perlu memakai jas dan dasi di kantor, dan menyelimuti diri di malam hari, jika A/C kita berada pada 24-26 derajat. Mari kita kembali memakai kemeja batik, bahkan lengan pendek. Untuk itu, para pejabat dan wakil rakyat kita harus memberi contoh.

Bersama kita dapat menyelesaikan persoalan sepelik apa pun. Bersama kita dapat merubah bencana menjadi berkah. Bersama kita dapat menggunakan kesempatan ini untuk bersatu. Karena, sesungguhnya kita memang satu keluarga. Kita mewarisi Satu Bumi dan Satu Langit.

Hal-hal yang bersifat teknis sudah banyak dibicarakan, dan semuanya itu baik. Sekarang, tinggal memperkuat fondasi Panggung Persatuan dimana kita semua bisa berdiri bersama.