Pilgub Bali, 21 April 2008

Pilgub Bali

Anand Krishna*
Radar Bali, Senin 21 April 2008

Pemilihan gubernur di Jawa Barat yang memenangkan PKS adalah bukti nyata kegagalan dua partai besar, yakni PDIP dan Golkar.

Saatnya PDIP sadar bahwa sayap Baitul Muslimin yang mereka bentuk tidak berpengaruh banyak. Malah menjadi boomerang bagi mereka sendiri. Karena, banyak simpatisan PDIP yang kemudian bertanya-tanya, “PDIP ini arahnya kemana?”

Siapapun yang berada di balik strategi itu – dan sesungguhnya kita semua tahu siapa – rasanya tidak bijak. Sebuah partai nasional yang cukup besar seperti PDIP semestinya mengayomi semua pihak, menjadi Rumah Bersama bagi seluruh bangsa. Dengan menciptakan kotak agama, mereka malah melupakan semangat dan jiwa partai mereka sendiri.

Toh, strategi itu ternyata sia-sia saja. Para pemilih tidak terkecoh. Mereka yang mau memilih partai dakwah Islamiyah – tetap saja memilih PKS. Mereka tidak berpikir dua kali untuk itu. PDIP tetap tidak menjadi pilihan.

Banyak yang berprediksi bahwa kemenangan PKS di Jawa Barat akan berlanjut dengan kemenangan di daerah-daerah lain. Bila itu menjadi kenyataan, bila pemerintahan pusat didominasi oleh PKS dan unsur-unsur yang “lebih” dekat dengan PKS – karena pemerintahan saat ini pun sudah “cukup” dekat – maka respons atau reaksi seperti apa yang akan muncul dari Bali, Papua, Sulawesi Utara dan daerah-daerah lain dimana mayoritas warga tidak memeluk agama Islam?

PKS boleh berjanji akan mengayomi seluruh bangsa, fakta di lapangan tidak membuktikan hal tersebut. Perda-perda syariah yang didukung dan direstui oleh PKS membuktikan bahwa partai tersebut memang menempatkan dakwah Islamiyah diatas segala agenda. Persis seperti yang dijelaskan dalam manifesto partai. Bulukumba yang menerapkan Syariah Islamiyah didukung dan dipuji secara terbuka, Manokwari yang menerapkan Syariah Injiliyah tidak dipuji dan didukung. Ini sudah merupakan diskriminasi.

Jangan lupa, negara ini bukanlah negara agama. Tarik napas, buang napas…. Mari dengan kepala dingin kita berusaha untuk membaca peta politik yang sedang berkembang di negeri ini dan kaitannya dengan Bali, dengan pulau dewata….

Kemenangan PKS di Jawa Barat, Kekalahan PDIP dan Golkar, merosotnya suara PDIP di Bali, kekecewaan banyak kader termasuk Pak Winasa yang merasa tidak diperhatikan ataupun dipenuhi ambisi pribadinya oleh pimpinan pusat PDIP.

Wacana yang saat ini sedang berkembang dapat memecah-belah Bali dalam beberapa kubu. Bali akan melemah, dan kelemahan itu dapat dimanfaatkan oleh PKS, atau partai mana pun jua dengan agenda-agenda yang tidak sesuai dan selaras dengan budaya, jiwa dan semangat Bali.

Sebab itu, seorang putra Bali, termasuk tetapi tidak terbatas pada Winasa saja – TIDAK BOLEH berambisi secara berlebihan untuk menjadi gubernur. Kursi Gubernur kali ini adalah kursi yang amat sangat panas. Tidak boleh ada penghalalan segala cara untuk meraih kekuasaan.

Politik di Bali mesti sopan, berprinsip dan sesuai dengan budaya kita, budaya Bali, budaya Nusantara, budaya Indonesia. Politik di Bali tidak bisa disamakan dengan poilitik di beberapa daerah di luar Bali – dimana manusia Indonesia telah melupakan akar budayanya sendiri.

Warga Bali mesti bersatu dan tidak rentan terhadap isu-isu yang dapat memecah-belahnya. Hindu Bali, Muslim Bali, Kristen dan Katolik Bali, Buddhis dan Bahai Bali, Muhammadiyah dan NU Bali, MUI dan Ahmadi Bali – semuanya adalah warga Bali. Kekacauan yang terjadi di Pusat tidak boleh terjadi di Bali. Kesalahan-kesalahan yang terjadi di pusat tidak boleh terjadi di Bali.

Bali tidak boleh terpecah dalam dua kubu, Muslim Bali di Utara dan Hindu Bali di Selatan. Karena, desakan-desakan dari “luar”, pesanan-pesanan dari mereka yang selama ini menjadi kiblat bagi partai-partai yang lebih menyukai budaya asing daripada budaya sendiri – memang menghendaki perpecahan Bali.

Pecahnya Bali adalah pecahnya Nusantara – dan perpecahan itu memang telah menjadi agenda aliansi negara-negara yang siap menjarah kita. Tanda-tanda ke arah itu sudah terlihat jelas.

Saya masih saja berharap-harap – dan saya yakin itulah satu-satunya cara untuk menyelamatkan Bali – supaya PDIP dan Golkar bisa duduk bersama, dan bersama-sama pula memikirkan nasib Bali.

Sebuah partai dengan landasan dakwah, entah itu dakwah Islamiyah, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, apa pun – bukanlah partai yang cocok untuk memimpin Bali. Partai seperti itu tidak cocok untuk memimpin negeri ini. Silakan partai-partai tersebut eksis dan menjadi pengawas bagi siapapun yang terpilih untuk duduk dalam pemerintahan. Namun, mereka tidak bisa dan tidak boleh berkuasa di pusat….. Bila itu terjadi, maka kehancuran bangsa pun tak terelakkan lagi. Indonesia akan terpecah dalam 4-5, atau bahkan lebih banyak negara.

Bapak presiden masih punya waktu setahun untuk melakukan perenungan yang dalam, dan dalam sekali….. Apa yang terjadi di negeri ini terutama adalah tanggung jawab beliau.

*Aktivis Spiritual