DEFINISI BUDAYA (Radar Bali, Rabu 2 September 2009)

DEFINISI BUDAYA

Anand Krishna*
(Radar Bali, Rabu 2 September 2009)

Budaya adalah Tulang Punggung Bangsa.
Budaya inilah yang memberi ciri khas pada suatu Bangsa. Apa yang membedakan Manusia Indonesia dari Manusia India dan Indo-Cina? Padahal, semuanya berada dalam satu wilayah peradaban yang sama: The Indus Valley Civilization, Wilayah peradaban Sindhu? Budaya. Budaya-lah yang membedakan Bangsa India dari Bangsa Indonesia, Bangsa Indonesia dari Bangsa-Bangsa Indo-Cina, entah itu Cambodia, Thailand, Vietnam atau Burma.

Boleh jadi ada kemiripan antara Budaya kita dengan Budaya-Budaya lain yang disebut di atas. Kemiripan itu wajar, karena kita semua masih berada dalam satu wilayah peradaban yang sama. Namun, kemiripan itu tidaklah membuat kita photo-copy dari bangsa-bangsa lain.

Lalu, sebenarnya Budaya itu apa?
Budi dan Daya….. Budi atau Buddhi dalam Bahasa Sanskrit, berarti Pikiran yang Sudah Diolah, Pikiran yang Jernih, Mind  yang telah Tercerahkan. Itulah arti Buddhi.

Daya berarti Upaya atau Kegiatan, bisa juga diartikan sebagai “Perilaku”. Namun, Daya bukanlah Upaya biasa. Daya bukanlah Kegiatan sembarang. Daya bukanlah Perilaku apa saja.  Daya adalah penggalan dari kata Hridaya dalam bahasa Sanskrit; berarti Hati. Bukan Hati-Jantung, bukan pula Hati-Liver, tetapi Hati Nurani. Dalam bahasa asing, “Psyche”.   Berarti, Upaya, Tindakan, atau Perilaku yang sesuai dengan Hati Nurani itulah Daya.

Maka, Budaya berarti: Upaya, Tindakan, atau Perilaku yang dituntun oleh Pikiran yang Jernih dan sesuai dengan Kata Hati-Nurani.

Budaya bukanlah Seni saja, sebagaimana disalahpahami saat ini, sehingga Kementerian Pariwisata sekaligus membawahi Budaya. Rasanya, para pemimpin kita dahulu lebih paham tentang urusan budaya, sehingga disatukan dengan urusan Pendidikan.

Bahkan, Budaya itu adalah Tujuan dari Pendidikan. Pendidikan bertujuan untuk menghasilkan manusia-manusia yang berbudaya. Manusia-manusia yang dapat berpikir secara jernih dan bertindak sesuai dengan hati nurani.

Definisi tentang Budaya ini perlu dipahami, sehingga kita tidak salah kaprah. Sehingga kita juga tidak menyalahartikan adat sebagai budaya.

“Adat” adalah sebuah kata dari Bahasa Parsi Kuno, yang kemudian diadaptasi oleh bangsa-bangsa Arab. Bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, “Adat” berarti “Kebiasaan”. Nah, Kebiasaan-kebiasaan manusia sejak zaman dahulu tidaklah semuanya bersumber dari pikiran yang jernih, dan sesuai dengan kata hati nurani.

Ada Kebiasaan-Kebiasaan Baik yang mesti dilestarikan, ada Kebiasaan-Kebiasaan Buruk yang mesti ditinggalkan. Kebiasaan-Kebiasaan ini bersifat kontekstual. Ada kalanya suatu kebiasaan dianggap baik pada suatu masa, namun tidak baik pada masa berikutnya.

Merokok adalah salah satu kebiasaan yang hingga 50 tahun yang lalu dianggap simbol kejantanan. Merokok di depan umum tidak menimbulkan reaksi apa pun jua. Sekarang, sudah tidak demikian. Banyak aktivis perempuan dimasa lalu merokok karena ingin membuktikan bila mereka dapat melakukan apa saja yang dilakukan oleh kaum pria. Itu dulu, lain dulu – lain sekarang.

Kendati demikian, kebiasaan merokok yang sudah terlanjur mewabah itu sulit dihilangkan. Walau, setiap bungkus rokok wajib memuat peringatan tentang bahaya rokok, para perokok tetap saja merokok.

Dalam hal ini, Kebiasaan Merokok adalah Adat yang mesti ditinggalkan. Upaya dan keberhasilan seorang perokok untuk meninggalkan rokok adalah tuntutan Budaya. Lebih lanjut lagi, Merokok di Tempat Umum adalah Kebiasaan atau Adat yang Jelek. Sementara itu, Tidak Merokok adalah Budaya yang Baik.

Seorang perokok memutuskan untuk tidak merokok lagi, karena pikirannya menjadi jernih. Ia memahami bahaya rokok terhadap dirinya, dan terhadap orang lain. Ketika ia berupaya melepaskan rokok dan berhasil, maka ia telah bertindak sesuai dengan hati nuraninya.

Unggulan-unggulan dari adat atau kebiasaan yang bersifat luhur dan universal adalah Nilai-Nilai Budaya yang mesti dilestarikan, bahkan dikembangkan lebih lanjut, dikembangbiakkan. Nilai-nilai inilah yang mestinya disebut Culture, sesuatu yang dapat dan mesti di-cultivate – dibesarkan, dimajukan.

Dalam bahasa Sanskrit, nilai-nilai luhur tersebut adalah Samskaar.  Maka, bahasa yang telah mengalami proses penyempurnaan dan penghalusan disebut Sanskrit. Kebiasaan-kebiasaan yang sesuai dengan nilai-nilai luhur membentuk Samskriti masyarakat dan bangsa. Samskriti inilah Kebudayaan.

Mari kita simpulkan bersama: Tidaklah semua kebiasaan atau adat yang dapat dilestarikan dan disebut Budaya, atau disejajarkan dengannya.

Adalah kebiasaan atau adat yang luhur, hasil dari pikiran yang jernih dan sesuai dengan kata hati nurani – yang semestinya di-“Budaya”-kan.


Aktivis Spiritual, penulis hampir 130 buku, belasan diantaranya dalam bahasa Inggeris (www.aumkar.org, www.anandkrishna.org). Untuk mengetahui lebih banyak tentang kegiatannya di Bali, silakan menghubungi Padma +62 818-0530-8808