Doa bagi Para Pembom Bali (Radar Bali, 3 Agustus 2008)

Doa bagi Para Pembom Bali

Anand Krishna*
Radar Bali, Minggu, 3 Agustus 2008

 

“Jangan melawan kejahatan dengan kejahatan….” Ya, ya, ya, nabi, mesias, avatar, buddha – tetapi kejahatan mesti dihentikan. Kebatilan tidak dapat dibiarkan merajalela. Kejahatan mesti ditanggapi. Tidak dengan kejahatan, tetapi tetap ditanggapi.

Gandhi mengingatkan kita untuk tidak membenci para penjahat, tetapi untuk tetap menolak kejahatan. Dalam buku saya yang terbaru Be the Change – 10 Kebijakan Gandhi untuk Merubah Diri dan Dunia” – saya mengutip Sang Mahatma dimana ia berkata bahwa walau dengan sangat berat hati, ia pun mesti mengusir kawanan kera yang merusak kebunnya. Bahkan – lanjut beliau – bila kawanan kera itu tetap mengganggu juga, maka bila tidak ada jalan lain, terpaksa beliau mesti membunuh mereka.

Ada kalanya, kita membutuhkan semacam shock-therapy. Para radikal di tanah air dan di luar negeri membutuhkan terapi yang agak radikal pula. Tidak ada jalan lain. Taliban di Pakistan telah bangkit kembali. Konsekuensinya, keadaan di seluruh kawasan itu memanas. India ikut membara.

Dalam wawancaranya dengan Al Jazeera baru-baru ini, komandan mereka mengaku sudah mempersiapkan sekelompok muda-mudi yang siap untuk melaksanakan tugas “bom bunuh diri” atas perintahnya. Tinggal tunggu perintah.

Para radikal disini pun seolah memperoleh energi baru. Dibantu pula oleh para pejabat yang simpatik terhadap mereka. Belum lagi partai-partai politik yang secara implisit maupun eksplisit mendukung “perjuangan” mereka.

Dalam situasi seperti ini, keputusan pemerintah untuk segera mengeksekusi para penjahat yang telah membom Bali – adalah terobosan yang sudah lama ditunggu-tunggu. Para radikal di tanah-air mesti diberi sinyal yang jelas dan secara tegas bila bangsa ini tidak menerima radikalisme. Bahwasanya bangsa ini menolak fanatisme agama dan pencucian otak para putra-putrinya yang kemudian bertindak seperti zombie.

Amrozi, Samudera dan Muchlas memang mesti dieksekusi, dan segera, secepatnya. Media tidak perlu membesar-besarkan berita tentang eksekusi mereka. Media tidak perlu bersimpati terhadap anggota keluarga yang menjenguk mereka. Media mesti sadar bahwa mereka yang menjenguk para penjahat itu sama sekali tidak bersimpati terhadap keluarga para korban yang jumlahnya ratusan.

Media tidak bisa dan tidak boleh bersifat netral atas nama profesionalisme – bila ia melihat ibunya diperkosa oleh sekelompok penjahat. Apa yang telah dilakukan oleh para penjahat itu sama dengan memerkosa Bunda Bali.

Kejahatan yang mereka lakukan mesti direspon, tentunya dengan tetap berada dalam lingkup hukum negara. Dan, hukum negara telah menentukan sikapnya. Eksekusi ini mesti dilakukan.

Kendati demikian, kita tidak membenci mereka. Sebagai sesama manusia, mereka adalah warga dunia. Sebagai sesama anak bangsa mereka adalah warga negara Indonesia. darah mereka adalah darah Indonesia. Mereka telah mengkhianati air susu Ibu Pertiwi, dan untuk itu mereka mesti dihukum.

Ya, kita tidak membenci mereka. Tetapi, kita menolak kejahatan yang mereka lakukan. Kita tidak membalas aksi kejahatan yang mereka lakukan dengan kejahatan, tetapi membiarkan hukum negara untuk menentukan hukuman bagi mereka. Dan, itu telah ditentukan.

Sekarang, saatnya kita sebagai manusia, sebagai warga Indonesia – melaksanakan tugas dan kewajiban kita bagi sesama warga Indonesia, sesama anak bangsa. Saya bersama teman-teman yang tersebar di seluruh Indonesia memutuskan untuk melakukan doa bersama – sesuai dengan agama dan kepercayaan kita masing-masing – bagi arwah mereka.

Bila berita tentang eksekusi mereka diterima sebelum jam 09.00 pagi – maka tepat jam 09.00 pagi kita akan mengadakan doa bersama. Bila eksekusi atau berita tentang eksekusi disampaikan setelah jam 09.00 pagi – maka doa bersama akan dilakukan keesokan harinya tepat jam 09.00 pagi.

Kita tidak menginginkan arwah mereka gentayang. Kita bermohon kepada Gusti Allah, kepada Hyang Widhi, kepada Tao, Thien, Buddha, sesuai dengan kepercayaan kita supaya arwah mereka dimaafkan dari penderitaan lebih lanjut.

Bagi mereka yang percaya pada Hukum Sebab Akibat, pada Hukum Aksi Reaksi, pada kekekalan energi – tentunya kita tidak menginginkan energi yang terbebani oleh rasa bersalah itu mempengaruhi lapangan luas energi di sekitar kita. Maka, doa ini sungguh sangat diperlukan.

Tanpa rasa benci, dengan penuh rasa iba – mari kita memaafkan arwah mereka. Tanpa itu, tanpa pemaafan seperti itu – arwah mereka sudah pasti tidak tenang. Jangan lupa arwah para korban yang telah terbunuh karena kejahatan yang mereka lakukan itu pun barangkali masih menunggui mereka. Semoga arwah-arwah itu pun dapat mencontohi kita dan memaafkan mereka.

Bukan basa-basi, pun tanpa mengeluarkan uang sepeser pun – kita bisa berbuat sesuatu yang luar biasa. Kita dapat memutuskan hubungan antara arwah Muchlas, Amrozi dan Samudera dengan para mentor radikal mereka yang masih hidup di dunia ini. Kita dapat menyadarkan arwah mereka bila selama ini apa yang mereka anggap benar itu tidak benar.

Semoga seruan saya dan teman-teman ini direspons juga oleh anak bangsa yang lain – dimana pun mereka berada…… Doa bagi para pembom Bali, supaya arwah mereka terbebaskan dari kebencian…. Karena, kebencian dan kekerasan bukanlah solusi. Cinta, Kasih adalah satu-satunya solusi.

Ya, kejahatan tidak boleh dibalas dengan kejahatan. Tetapi kejahatan tidak boleh diterima, tidak boleh dibiarkan merajalela. Kita menolak kejahatan dan kekerasan….. Semoga tidak ada lagi amrozi, samudera dan muchlas lain yang dijatuhi hukuman mati karena kekerasan yang mereka lakukan. Semoga….. demikian doa kita, doa saya dan teman-teman yang tersebar di seluruh Nusantara, bahkan di manca negara…..

*Aktivis Spiritual