DIMUAT DI MAJALAH CRADDHA HALAMAN 46-47, EDISI KE 88, TAHUN XIX, MEI - JUNI 2019
Artikel
oleh : Anand Krishna*
Kali ini, Guru Memberikan Sebuah Koan, sebuah teka-teki Zen kepada kita: “Jika kau mencari Rama, kau mungkin menemukannya, tapi kau mungkin tidak menemukan Dharma.
Jika kau mencari Dharma, kau akan menemukan keduanya, Rama dan Dharma.”
Kemudian, beliau menambahkan: “Koan Zen tidak memiliki jawaban karena koan diberikan untuk melelahkan mind (gugusan pikiran dan perasaan). Koan ini memberikan petunjuk jelas tentang jawabannya, tetapi kau harus berusaha mencernanya; dan, kemudian mengikuti jawaban tersebut.”
Ini BUKANLAH Tugas yang Mudah. Rama selalu digambarkan sebagai Maryada Purushottam seorang Manusia Ideal. Hidupnya seharusnya menjadi teladan bagi kita. Dengan kata lain, mengikuti jejaknya berarti mengikuti Dharma atau Kebajikan, Nilai-Luhur yang bersifat universal. Guru sendiri telah mengatakan bahwa Rama adalah Perwujudan Dharma.
Tidaklah mudah untuk memahami Koan yang diberikan oleh Guru ini, walaupun petunjuknya sudah “jelas”, sesuai dengan apa yang beliau katakan.
Tetapi, para Guru, para Guru Sejati, para Pemandu Sejati adalah Perwujudan Kasih. Jadi, akhirnya beliau pula yang menjelaskan… dan, berikut ini adalah penjelasan Beliau dalam kata-kata saya yang jauh dari sempurna…
Rama, sebagai Pangeran Ayodhya, putra Raja Dasharatha, diberikan peran sebagai Maryada Purushottam, seorang Manusia Ideal. Apakah Rama sendiri yang mengambil peran, atau menciptakan peran bagi dirinya sendiri; ataukah ia menjalankan peran yang diberikan padanya oleh Keberadaan, Hyang Maha Agung, atau Siapa pun – kita akan membahasnya lain kali.
Jadi, Rama memiliki sebuah peran untuk dimainkan. Sebagaimana para aktor lain. Adakah jaminan bahwa sang aktor memerankan perannya dengan baik? Siapa yang menentukan baik buruknya? Sang sutradara? Para penonton? Atau keduanya? Bagaimana jika penilaian mereka saling bertentangan? Apakah Rama memiliki pendapat sendiri, maksud saya adalah sang aktor yang memainkan peran sebagai Maryada Purushottam, sang Manusia Ideal?
Dalam Drama Kolosal Ramayana, Sita istri Rama, digambarkan sebagai seorang wanita setia yang mengorbankan kenyamanan dalam istana Ayodhya demi bersama suaminya dalam pengasingan. Ia harus melewati banyak kesulitan selama bertahun-tahun. Lalu menjelang akhir pengasingan tersebut, ia diculik oleh Ravana. Sita tidak terpengaruh pesona dan bujuk rayu Ravana. Ia tidak tergoda oleh kekayaannya. la menunggu Rama untuk menyelamatkannya, yang memang terjadi…
Tetapi kemudian…. Rama memintanya untuk menjalani Agni Pariksha – ujian api – untuk membuktikan kesuciannya sebelum ia diterima. Masuk akal?! Para pembela Rama bisa mencari seribu satu alasan untuk membenarkan tindakan tersebut. Alasan spiritual, alasan mistis, alasan politis – kita tidak akan membahasnya.
Dalam Bahasa Sederhana: Bisakah kita mengijinkan saudari atau putri kita diperlakukan demikian oleh seorang Maryada Purushottama Rama, seorang Manusia Ideal? Bisakah kita menerima seorang pria seperti itu sebagai saudara ipar atau menantu? Mari kita jujur.
Bahkan, para putra Rama, yaitu Luv dan Kush, juga tidak bisa menerima hal ini. Mereka bertanya: Mengapa tidak ada tes semacam itu untuk Rama? setelah melewati ujian seperti itu, setelah membuktikan kesuciannya – sekali lagi, Sita diasingkan hanya karena ada sebagian kecil rakyat Rama meragukan kesuciannya. Masuk akal?
Sekali lagi, ada seribu satu alasan untuk membenarkan tindakan Rama tersebut. Pertanyaannya adalah: Apakah kita menerima pembenaran tersebut, jika Sita adalah anggota keluarga kita?
Jadi, Guru berkata, “Tidak peduli seberapa bagusnya seorang aktor, tidak ada jaminan bahwa penampilannya selalu 100 persen bagus. Bisa saja ada kekurangan. Seorang aktor yang bagus berarti kekurangan-kekurangan tersebut tidak menutupi, tidak melebihi kelebihan dan hal-hal baik dari dirinya. Paham?
“Rama tetaplah seorang Manusia Ideal, Maryada Purushottama. Karena kekurangan-kekurangannya, cela-celanya tidak menutupi keunggulannya, kelebihannya, dan hal hal baik lainnya. Dengan menggunakan sepasang kacamata yang kita punya, kita bisa saja yang menyimpulkan bahwa ia gagal dalam perannya sebagai seorang suami yg ideal. Tapi kita tidak bisa mengatakan bahwa ia adalah seorang aktor yang buruk. Ia memerankan peran peran lain yang diberikan padanya dengan baik.
“Jadikan ia sebagai teladanmu, ikuti jejaknya ketika ia mengikuti jalan Dharma. Pada saat yang sama, hindarilah tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan Dharma.” Dharma adalah Pondasi dimana Bangunan Rama didirikan. Pondasinya tidak boleh cacat atau lemah. Sebuah pondasi yang lemah tidak layak sebagai pondasi.
Bila ada kesalahan pada bangunan, ia tetap masih bisa diperbaiki. Tetapi, bagaimana caranya memperbaiki kesalahan pondasi? Sebuah pondasi yang salah tidak bisa disebut Dharmika. Sebuah pondasi yang salah adalah adharmika – tidak bajik.
Dengan kata lain, ketika kita meletakkan pondasi bagi bangunan kehidupan kita, kita haruslah sangat berhati-hati. Kita harus memilih antara Dharmika dan Adharmika. Sekali keputusan dibuat, dan bangunan didirikan di atasnya – tidak ada cara untuk mengoreksi kesalahan pondasi. Kita harus membongkar keseluruhan bangunan dan meletakkan pondasi baru. Ini adalah pembongkaran total – untuk membangun baru dari awal.
“Dharma adalah Pondasimu,” demikian Guru menjelaskan, Rama adalah bangunan kehidupanmu. Fokuslah pada pondasimu, pastikan kondisinya kuat, tidak boleh ada kelemahan apapun. Kemudian mulailah mendirikan bangunan kehidupanmu. Kemudian, jika kau membuat kesalahan dalam bangunan, kau masih bisa memperbaikinya. Selama pondasinya kuat menopang.”
Hmmmmm, ya Guru, ya, saya paham. Ini bukanlah perkara tentang Rama dan Dharma di luar diri, ini adalah tentang diri saya sendiri. Ini adalah perkara pondasi saya. Ini adalah perihal bangunan kehidupan saya. Ya, Guru, ya saya paham….Terima kasih, Guru. (*)
*Penulis lebih dari 180 judul buku dan Pendiri Anand Ashram (berafiliasi dengan PBB, www.anandashram.or.id, www.anandkrishna.org) | Periksa YouTube Channel dan Subscribe untuk upload baru setiap minggu: AnandAshramIndonesia dan AnandKrishnalndo