Sepuluh Butir Kebijakan Mahatma Gandhi (Bagian Akhir)
Anand Krishna*
Radar Bali, Minggu 13 Juli 2008
7. Persist.
“First they ignore you, then they laugh at you, then they fight you, then you win.” – Awalnya, mereka meremehkanmu, kemudian mereka menertawakanmu, dan melawanmu, lalu engkau keluar sebagai pemenang.
Jangan menyerah, pantang mundur….. Pun tidak cukup bila kau sekedar bertahan, jangan berhenti, maju terus….
Ketika kau sedang dibombardir dengan segala macam tuduhan dan kritikan, memang semangatmu bisa melemah. Tetapi, janganlah sekali-kali membiarkan mereka mematahkan semangatmu. Jadilah motivator bagi dirimu sendiri. Kau tidak membutuhkan motivator di luar diri.
Bila kau percaya pada motivator di luar diri, maka mau-tak-mau kau pun akan mempercayai para provokator di luar diri. Motivator dan provokator adalah insan sejenis. Dua-duanya ingin menguasai dirimu. Untuk itu, terlebih dahulu mereka mesti melemahkan dirimu. Karena, hanyalah “diri” yang lemah yang dapat dikuasai.
Kita tidak berada di sini untuk saling jarah-menjarah, untuk saling rampas-merampas. Kita tidak mewarisi budaya kekerasan dan barbar seperti itu. Kita tidak mengangkat senjata untuk memperluas wilayah kekuasaan. Kita tidak pernah berperang demi kekuasaan. Kita berperang demi dharma, demi kebajikan, demi kewajiban kita pada keadilan, demi komitmen kita terhadap pelayanan bagi sesama manusia.
Berjuanglah untuk tujuan besar, untuk sesuatu yang mulia. Berjuanglah untuk memperoleh tempat di hati manusia, ya manusia, bukan di hati para raksasa. Berjuanglah untuk mencerdaskan sesama anak manusia supaya mereka memahami arti suara mereka. Supaya mereka dapat menggunakan hak suara mereka sesuai dengan tuntutan dharma.
8. See the Good in People and Help Them.
“I look only to the good qualities of men. Not being faultless myself, I won’t presume to probe into the faults of others” – Aku hanya melihat sifat-sifat baik di dalam diri sesama manusia. Karena, diriku sendiri tidak sepenuhnya bebas dari keburukan, maka aku tidak membedah orang lain untuk mencari keburukan mereka.
“Man becomes great exactly in the degree in which he works for the welfare of his fellow-men” – Manusia menjadi besar selaras dengan kebaikan yang dilakukannya bagi sesama manusia.
“I suppose leadership at one time meant muscles; but today it means getting along with people” – Barangkali otot menjadi tolok ukur bagi kepemimpinan pada masa lalu. Sekarang, tolok ukurnya adalah hubungan dengan sesama manusia.
Kasturba, wanita pendamping Mahatma yang setia itu, barangkali bingung mendengar ucapan Sang Mahatma. Maka, pada suatu hari ia bertanya: “Bila memang demikian, kenapa kau ingin mengusir Inggris dari India? Kenapa kita tidak bisa hidup berdampingan dengan mereka?”
Mahatma membisu selama beberapa detik, baru menjawab: “Karena negeri ini adalah negeri kita, dan sudah sepatutnya kita sendiri yang mengurusinya. Mereka tidak perlu mengurusi kita.”
“Nonviolence does not signify that man must not fight against the enemy, and by enemy is meant the evil which men do, not the human beings themselves.”
Definisi Gandhi tentang ahimsa, non-violence atau paham anti-kekerasan – sungguh sangat jelas: “Tanpa-Kekarasan tidak berarti kita tidak boleh melawan musuh. Hanya saja yang kita musuhi adalah kejahatan yang dilakukan oleh manusia, bukan manusianya.” Kita melawan tanpa senjata, tetapi dengan kekuatan logika, rasio, dan di atas segalanya cinta-kasih serta pemaafan.
Osama bin Ladin adalah seseorang yang berpendidikan cukup tinggi untuk ukuran Arab. Ia juga seorang pengusaha yang berhasil. Banyak anak-anak gedongan berpendidikan tinggi di negeri ini, diam-diam mengidolakan dia. Kenapa?
Partai-partai yang secara terbuka maupun tidak terbuka mendukung ideologi Osama bin Ladin memperoleh dukungan dari anak gedongan berjas dan berdasi, rapi, dan necis. Kenapa?
Karena, makin tinggi pendidikan kita, makin besar pula ego kita. Adalah kekeliruan fatal bila kita selalu mengaitkan radikalisme dan terorisme dengan kemiskinan, kelaparan, ketidaktahuan, dan kebodohan. Tidak selalu demikian.
Ahimsa tidak berarti duduk diam dan membisu terhadap adharma. Ahimsa berarti memberi perlawanan terhadap adharma tanpa menggunakan kekerasan.
9. Be Congruent, be Authentic, be Your True Self.
“Happiness is when what you think, what you say, and what you do are in harmony.” – Keselarasan antara apa yang kaupikirkan, apa yang kauucapkan dan apa yang kaulakukan – itulah kebahagiaan.
“Always aim at complete harmony of thought and word and deed. Always aim at purifying your thoughts and everything will be well.” – Jadikanlah keselarasan antara pikiran, ucapan, dan tindakan sebagai tujuanmu. Jadikanlah pemurnian pikiran sebagai tujuanmu – maka semuanya akan beres.
Keselarasan adalah Rumusan Utama untuk meraih Kebahagiaan dalam hidup ini. Para teroris boleh bersenang-senang, bahkan menikah dalam penjara untuk memastikan bahwa di surga sana dirinya tidak kesepian….. Tetapi, apakah mereka bahagia? Dan, bila mereka tidak bahagia di sini, maka di sana pun tak ada kebahagiaan bagi mereka.
Pernah saya baca dalam salah satu kitab suci: “Mereka yang di sini buta, di sana pun sama.” Mereka yang buta terhadap kesengsaraan sesama manusia, berarti jiwa mereka memang telah buta. Mereka tidak lagi memiliki batin. Nurani mereka sudah mati.
Pikiran kita yang sempit telah merusak keselarasan itu. Sekarang, hidup kita terombang-ambing, dan kita bingung. Kita mencari solusi di luar sana, padahal solusinya ada di dalam sini. Solusinya adalah keselarasan diri. Mulailah dengan menyelaraskan pikiran, ucapan, dan tindakanmu.
Saya menambah satu lagi, yaitu “perasaan”-mu. Karena terbentuknya watak manusia sangat tergantung pada apa yang dirasakannya.
Bahkan, menurut saya “perasaan” berada pada urutan pertama dalam daftar pendek apa saja yang perlu kita awasi dan selaraskan. Perasaan, pikiran, ucapan, dan tindakan atau perbuatan – ketika semuanya itu selaras, maka dengan sendirinya kita menjadi selaras dengan semesta.
Gandhi mengajak kita untuk memperhatikan cara kita berkomunikasi, juga cara orang berkomunikasi. Mereka yang tidak selaras dengan hukum-hukum alam akan selalu berusaha untuk mengaburkan persoalan. Mereka tidak berani menghadapi kenyataan. Mereka tidak berani menyentuh substansi persoalan.
Dikritik, mereka tidak menerima. Perhatikan sepak terjang partai-partai politik yang menggunakan berbagai macam slogan dengan kata-kata besar, seolah mereka berpartai untuk mendengarkan aspirasi rakyat. Padahal, yang mereka maksud adalah “ambisi diri” bukan “aspirasi rakyat”. Di kritik sedikit saja, wajah mereka memerah. Dan, bahasa yang mereka gunakan untuk menjawab kritikan sudah tidak sopan lagi. Tanpa menyentuh substansi dari kritikan itu sendiri.
10. Continue to Grow and Evolve.
“Constant development is the law of life, and a man who always tries to maintain his dogmas in order to appear consistent drives himself into a false position.” – Perkembangan terus-menerus itulah hukum alam. Seseorang yang ingin bertahan dengan dogma-dogma (lama) untuk menunjukkan konsistensi diri, sesungguhnya berada pada posisi yang salah.
Kenapa? Karena, perubahan adalah hukum alam. Namun, mereka yang fanatik terhadap dogma-dogma, dan tidak memahami nilai-nilai luhur di baliknya – terperangkap oleh ego mereka sendiri. Ego yang ingin membuktikan dirinya konsisten.
Konsistensi dianggap sebagai nilai luhur. Padahal, tidak demikian. Apa yang konsisten di dalam dunia ini? Apa yang konsisten di dalam diri kita. Setiap beberapa tahun, seluruh sel di dalam tubuh kita berubah total.
Dari saman ke zaman, ajaran-ajaran luhur pun perlu dimaknai kembali, dikontekstualkan. Kebiasaan-kebiasaan lama mesti diuji terus apakah masih relevan, masih sesuai dengan perkembangan zaman.
Ah, tapi kita malas. Kita tidak mau berijtihad, tidak mau berupaya. Terima saja apa yang disuapkan kepada kita. Padahal kitab-kitab suci pun melarang kita mengikuti seseorang secara membabi buta, walaupun orang itu rahib dan mengaku sebagai agamawan atau rohaniwan.
Berkembanglah terus-menerus, karena evolusi adalah hukum alam. Dengan berpegang teguh pada konsep-konsep lama, dogma dan doktrin yang barangkali sudah kadaluarsa, maka kita menciptakan konflik di dalam diri.
Saya pernah bertemu dengan seorang diplomat kita di luar negeri. Ia tidak mau berjabat tangan dengan lawan jenis. Bagaimana bila kepala negara di negeri itu kebetulan lawan jenis? Apa yang akan dilakukannya sebagai pejabat? Apakah ia akan menolak uluran tangan seorang kepala negara? Betapa lemahnya syahwat kita bila berjabat tangan saja dapat membakarnya!
Demikian, sepuluh butir kebijakan yang dipetik dari ajaran Mahatma Gandhi. Beliau bukan seorang nabi, bukan wali, bukan avatar, bukan mesias, bukan buddha, bukan apa-apa…. tetapi seorang mahatma, Sang Jiwa Besar….. Kebesarannya diakui oleh seluruh dunia. Hari kelahirannya telah dideklarasikan sebagai Hari Tanpa-Kekerasan Sedunia (International Day of Non-Violence) oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Pada perayaan pertama hari tersebut tahun lalu (2007), Sekjen PBB Ban Ki-moon menyatakan bahwa pesan Mahatma Gandhi semakin relevan. Keterpurukan keadaan dunia saat ini hanya dapat diatasi dengan cara yang digunakan oleh Mahatma – cara Ahimsa, tanpa kekerasan….. Semoga kepercayaan Ban Ki-moon menular kepada kita semua.
Amen, Amin, Sadhu, Om Shanti……
*Aktivis Spiritual (www.anandkrishna.org, www.aumkar.org, www.californiabali.org)